3 (Tiga) Dosa Besar Dalam Pendidikan

Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Belakangan ini kasus kekerasan terhadap anak sering terjadi baik berupa fisik, seksual, penganiayaan emosional, ataupun adanya pengabaian terhadap anak. Sebagian besar kekerasan terhadap anak terjadi di rumah anak itu sendiri dengan jumlah yang lebih kecil terjadi di sekolah, lingkungan, atau tempat lain dimana anak berinteraksi.

Kekerasan pada anak bisa memunculkan masalah fisik ataupun psikologis pada  si anak di kemudian hari. Secara fisik mungkin bisa dilihat dan dideteksi lebih awal, namun apabila mengenai psikis kemungkinan akan mengalami masalah kejiwaan antara lain : gangguan stres pasca trauma, depresi, cemas, atau psikotik. Orang tua sering tidak menyadari atau terlambat mengetahui bahwa anaknya menjadi korban kekerasan.

Oleh karena itu, kita sebagai orang tua agar lebih efektif dalam menjaga dan memantau anak agar terhindar dari hal-hal tersebut. 

Berikut ini kami sajikan poster dan video terkait kekerasan kepada anak dan bagaimana cara mengatasinya.


PERUNDUNGAN / BULLYING



Bullying adalah pola perilaku, bukan insiden yang terjadi sekali-kali. Anak-anak yang melakukan bullying biasanya berasal dari status sosial yang lebih tinggi, lebih kuat, lebih populer sehingga dapat menyalahgunakan posisinya.

Bullying dapat terjadi baik secara langsung maupun daring melalui pesan SMS, email, maupun media sosial yang dimilikinya.

Untuk mengetahui kasus perundungan atau bullying dan bagaimana cara mengatasinya bisa mengakses video dengan menekan (klik) tautan berikut ini (Video Bullying)


KEKERASAN SEKSUAL




Kekerasan merupakan tindakan yang bisa melukai fisik maupun psikis. Seksual berkaitan dengan aktivitas seksual yang seharusnya dilakukan oleh pasangan yang sah secara agama dan negara. Jadi, kekerasan seksual yang terjadi pada anak merupakan salah satu hal yang sama sekali tidak dibenarkan.

Kekerasan seksual ini dilakukan oleh orang yang lebih dewasa dan mengerti mengenai hukum seksual namun nekat melakukannya kepada anak-anak di bawah umur. Anak di bawah umur masih belum mengerti dan tidak memiliki pilihan sehingga mereka terpaksa atau bahkan sama sekali tidak tahu apa yang dilakukan oleh pelaku.

Bentuk-bentuk Kekerasan Seksual pada Anak

Setelah mengetahui pengertian mengenai kekerasan seksual yang terjadi pada anak. Selanjutnya kita akan bahas beberapa bentuk kekerasan seksual tersebut, yaitu:

1. Sodomi

Sodomi merupakan salah satu tindakan pelecehan seksual di mana alat kelamin masuk ke anus. Hal ini sering terjadi kepada anak-anak bahkan dari orang terdekat seperti guru, tukang kebun, atau orang yang tak dikenal sebelumnya.

2. Pemerkosaan

Pemerkosaan merupakan bentuk kekerasan seksual yang mengarah pada suatu pemaksaan. Pemaksaan ini sering kali membuat korbannya mengelak namun tetap dilakukan hingga korban tak mampu berkutik.

3. Pencabulan

Pencabulan merupakan salah satu tindakan seenaknya dari pelaku kepada korban yang bisa mengurangi kehormatan. Pada hal  ini biasanya disertai juga dengan kekerasan dan juga paksaan. Contoh pencabulan adalah menyentuh korban di bagian yang tidak boleh disentuh, atau memaksa korban menyentuh bagian tubuh pelaku yang seharusnya tak boleh disentuh.

4. Incest

Incest merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi di dalam keluarga. Incest merupakan suatu kelainan seksual yang dilakukan oleh sesama anggota keluarga.

Apa yang harus dilakukan jika mengalami kekerasan seksual, dan bagaimana cara mengatasinya dapat menyimak video dengan menekan tautan berikut (Video Kekerasan Seksual).


INTOLERANSI


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Intoleransi adalah ketiadaan tenggang rasa. Adapun menurut Jennifer Rubin, intoleransi sebagai ketidakadanya rasa penerimaan terhadap status minoritas yang disandang orang lain.



Intoleransi pada anak, biasanya disebabkan oleh beberapa faktor berikut ini.

1. Usia, menurut studi yang dilakukan beberapa ahli, usia lanjut cenderung lebih bertindak intoleran apabila dibandingkan anak-anak usia muda.

2. Pendidikan. Orang yang berpendidikan tinggi menurut hasil penelitian mampu menjaga sikap toleran daripada mereka yang hanya mengenyam pendidikan yang lebih rendah.

3. Status Sosial Ekonomi. Menurut penilaian ahli, masyarakat dengan status sosial ekonomi yang rendah cenderung tidak toleran terhadap orang lain.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال