Mudik, Sebuah Tradisi Penyambung Silaturahmi

 

Idul Fitri menjadi puncak mudik sepanjang tahun sebab mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim. Mudik juga terjadi ketika menjelang libur Natal dan Tahun Baru, Idul Adha, dan Imlek.

Mudik merupakan tradisi yang dilakukan untuk tujuan mendasar, yakni silaturahmi. Sebuah tradisi yang mengakar kuat pada masyarakat Indonesia. Jika ditelisik seputar akar sejarahnya, tulisan ini akan menjadi tulisan yang sangat panjang sebab tradisi mudik di Indonesia sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha. Tradisi ini terus berlangsung setelah ajaran Islam dapat berakulturasi dengan tradisi yang telah ada.

Dalam perkembangannya, mudik menjadi fenomena nasional yang adaptif dengan perkembangan zaman seperti moda transportasi yang semakin beragam hingga pemanfaatan internet. Mudik telah mentradisikan silaturahmi sebagai tujuan utamanya.

Tradisi Silaturahmi

Tradisi, sebagaimana pengertian umumnya, selalu berkaitan dengan warisan sosial yang sifatnya turun-temurun. Mudik jika ditarik berdasarkan teori R Redfield (2017:79), maka masuk pada kategori tradisi besar (great tradition). Tradisi skala nasional ini tidak hanya dilakukan oleh umat Islam, tetapi juga dinikmati oleh semua kalangan. Sebab, momen Idul Fitri memberikan sekian waktu untuk cuti bersama yang dimanfaatkan untuk salah satunya berkunjung ke sanak keluarga.

Tradisi silaturahmi menjadi begitu identik dengan momen Idul Fitri. Mudik jadi salah satu fragmen penjaga warisan historis yang dimulai dari kelompok sosial yang paling kecil, yakni keluarga. Silaturahmi antaranggota keluarga biasanya diiringi dengan motif pengenalan terhadap keteladanan yang coba disampaikan dari anggota keluarga yang lebih tua ke yang lebih muda.

Terlebih lagi, jika itu adalah momen berkumpulnya keluarga besar yang terdiri dari beberapa keluarga yang majemuk. Perjuangan orang tua di masa lampau misalnya, menjadi salah satu topik pembahasan yang sifatnya mendidik kepada anak-cucu. Dengan demikian, silaturahmi dapat disisipi pembelajaran tentang keyakinan, pandangan hidup serta tradisi keluarga yang bersifat eksklusif.

Dari Unsur Sosial Hingga Spiritual


Sesuai dengan teori migrasi dari Everett Lee (1984), salah satu sifat perpindahan penduduk adalah bersifat nonpermanen. Keinginan masyarakat—di mana pun itu—untuk kembali sejenak ke kampung setelah sekian lama tinggal di perkotaan menjadi kebutuhan emosional yang layak diperjuangkan setidaknya setahun sekali.

Menurut Agus Maladi Irianto (2012: 7), mudik memiliki dimensi spritual yang sudah mengakar kuat khususnya di masyarakat Jawa. Pulang kampung juga berarti melakukan ziarah ke makam para pendahulu. Kegiatan ini setidaknya harus dilaksanakan satu tahun sekali bagi perantau di luar daerah dan momen Idul Fitri diambil sebagai acuan waktunya.

Tradisi mudik akhirnya membuat kegiatan silaturahmi di Indonesia berlangsung meriah dan selalu dinanti.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال