Derasnya arus globalisasi membuat masyarakat indonesia-yang menjadi bagian dari masyarakat global-harus mengerahkan segenap kemampuan untuk melahirkan generasi gemilang. Upaya yang dapat dilakukan adalah membuka kembali warisan para Nabi, Ulama dan para leluhur bangsa ini. Mereka yang tercatat sebagai generasi yang mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab dan berilmu. Satu kata kunci yang menjadi prioritas dalam kamus pendidikan mereka adalah adab.
Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan secara jelas terkait tujuan pendidikan Indonesia. “ pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Dalam dokumen resmi Negara Indonesia, kata adab, tercatat dengan baik dalam sila kedua dari Pancasila. “Kemanusiaan yang adil dan beradab”. Sila kedua tersebut, dengan sangat tegas menyatakan bahwa visi pendidikan Indonesia ada dua; Adil dan beradab.
Menjadikan manusia Indonesia sebagai manusia yang adil dan beradab adalah proyek besar bangsa ini. Kata adil dan beradab patut disyukuri karena kedua kata tersebut menjadi kompas pemandu bagi arah kebijakan pendidikan Indonesia. Jadi, untuk mengukur keberhasilan pendidikan Indonesia secara sederhana, sangat mudah. Apakah pribadi bangsa ini semakin adil atau tidak. Apakah pribadi bangsa ini semakin beradab atau tidak.
Praktek penyampaian pesan tentang tujuan pendidikan ini memang perlu diulang-ulang agar anak mengerti betapa pentingnya menata niat yang benar menurut tuntunan agama. Jika niat yang benar dan terinstal di alam bawah sadar, maka si anak ini akan menjalani proses belajarnya dengan benar. Karena pesan yang terinstal di alam bawah sadar akan mendrive perilakunya dengan prosentase 88%.
Dalam bab yang berbeda, Syeh Nawawi menjelaskan bahwa beradab itu mencakup lahir dan batin. Karena Agama ini bukan hanya ajaran tentang Syariah yang bersifat dhohir tapi juga bersifat batin. Bahkan dalam ulasannya, Syeh Nawawi menggunakan diksi “ayyuhal miskin”. Secara harfiyah kalimat tersebut berarti wahai orang miskin. Tapi dalam Bahasa Arab, yang dimaksud dengan ungkapan tersebut adalah ungkapan belas kasihan. Artinya, manusia ini sangat lemah dalam mengendalikan nafsunya. Mereka selalu butuh bimbingan Allah SWT. Jadi, karena Adab ini berarti aturan yang berasal dari Allah dan Rasulnya, maka secara otomatis untuk menjalankannya, manusia butuh bimbingannya.
Konsep “adab sebelum ilmu” sebenarnya “seakan” menjadi kesepakatan para ulama. Ulama menggunakan banyak ungkapan untuk menunjukkan betapa adab itu sangat penting. Misalnya, Imam Sufyan Al Tsauri menyatakan bahwa orang yang hendak mempelajari hadis, maka dia harus mendisiplinkan diri dengan adab selama 20 tahun. Imam Ibn Wahb juga pernah mengungkapkan bahwa dia tidak belajar ilmu lebih kepada Imam Malik dibanding belajar adab.
Adian Husaini mengutip banyak ungkapan para tokoh dan ulama Islam terkait dengan pentingnya adab ini. Misalnya Umar Ibn Khattab r.a Menyatakan beradablah kemudian belajarlah ilmu (taddabu tsumma ta’allamu). Ulama besar lain yang bernama Ibn Al-Mubarak menyatakan, “Kami lebih membutuhkan sedikit adab dibanding banyak ilmu. Dia juga menyatakan bahwa dia tidak akan menyesal jika dia tidak bisa berjumpa dengan orang yang terkenal keilmuannya. Namun, akan sangat menyesal jika dia tidak dapat sowan kepada orang yang tersohor adabnya.
Sekolah melihat bahwa orang tua sejatinya adalah tempat pertama pendidikan anak untuk memperoleh informasi sebagai pengetahuan awal, karenanya orang tua dituntut harus menjadi suri tauladan yang baik dan pertama bagi sang anak sebagai dasar anak mulai mengenal dunia. Oleh karenanya, sekolah merancang program parenting yang dihelat setiap tiga bulan. Program tersebut dirancang dengan materi-materi yang sudah disiapkan untuk menyamakan frekuensi orang tua dengan sekolah terkait pendidikan siswa.
Guru adalah faktor kedua dalam pengajaran adab di sekolah. Prinsip yang digunakan adalah keteladanan. Mengajarkan adab berbeda dengan mengejarkan ilmu ansich. Di samping mengajarkan teori adab di kelas, pola pikir, cara bertutur dan bersikap guru mendapatkan perhatian khusus di sekolah.
Di sekolah, guru adalah sosok yang diteladani oleh murid-muridnya. Karenanya, Sekolah membuat standar khusus guru. Yaitu, Shalat berjamaah, menghiasi diri dengan ibadah sunnah, mampu membaca Al quran sesuai tajwid, memiliki semangat belajar tinggi yang dibuktikan dengan gemar membaca, tidak merokok, mampu menguasai kelas, sabar dan tegas dalam mendidik siswa dan menjaga etika dalam bermedia sosial.
Dalam proses penanaman adab, guru dan orang tua harus menanamkan landasan keimanan, memberikan keteladanan, melakukan proses pembiasaan/pembudayaan, dan juga senantiasa mendoakan keberhasilan anak dan siswa agar menjadi manusia yang baik. Karena itu, adab memang memerlukan guru-guru yang baik bahkan guru yang hebat, yang bekerja karena kecintaan dan keikhlasan. Karena itu, kunci keberhasilan penanaman adab ini memang ada pada keberhasilan mencetak guru-guru yang baik.
Begitu pentingnya pendidikan adab pada setiap diri seseorang. Sekolah mengambil konsep “Adab sebelum Ilmu” untuk berfokus pada penanaman Adab terlebih dahulu sebelum memberikan sebuah Ilmu. Sekolah tidak akan membebani siswa dengan sebuah ilmu jika adab mereka masih belum di katakan matang secara lahir dan batin sesuai dengan standar. Namun di sisi lain siswa akan terus di stimulasi dengan kebiasaan-kebiasaan baik yang diajarkan melalui teknik subliminal program agar ajaran tersebut merasuk ke dalam fikiran alam bawah sadar mereka sehingga terpancar dalam pola pikir, pola tutur dan perilaku mereka.
Setelah siswa berada pada tahapan yang telah ditentukan barulah anak diajarkan ilmu di berbagai bidang diantaranya ilmu yang ia pergunakan dalam kehidupan sehari-hari atau yang disebut life skill, serta ilmu-ilmu yang lain yang telah disiapkan oleh sekolah dan ilmu yang dipersiapkan oleh lembaga pendidikan nasional.